Pengantar Redaksi - JAK VOLUME 2 NO 1 - Mei 2009 -Endry Martius- Mulai Meretas Jalan :Dari Efisiensi Ke Dekomodifikasi
Abstract
MULAI MERETAS JALAN:DARI EFISIENSI KE DEKOMODIFIKASI
Pendapatan pelaku pertanianyang diturunkan dari peningkatan efisiensi pertanian,di hulu ataupun di hilir, masih berpeluang untuk ditingkatkan. Itulah agaknya yang tergambarjelas dari sejumlah tulisan pada volume JAK kali ini. Misalnya, Zelfi Zakir menandai perbaikan dalam teknik budidaya pada usahatani pisang bisa meningkatkan pendapatan usahatani secara signifikan. Novialdi, Hasnah dan Rina Sari, yang meneliti di ranah industri makanan oleh pelaku usaha perempuan Minangkabau, juga memperoleh bukti bahwa efisiensi masih bisa terjadi dan sekaligus berkontribusi pada pendapatan rumahtangga. Walau tidak eksplisit, hasil penelitian merekasebenarnya telah menghargai pentingnya kedudukan pelaku usaha perempuan terhadap kelangsungan industri makanan tersebut.
Selain soal efisiensi teknis dan manajemen usaha, kekuatan diri atau kesejatian petani tetap selalu perlu diperhatikan. Begitulah kira-kira muatan penting tulisan Fuad Madarisa (FM) dan Hery Bachrizal Tanjung (HBT). Namun begitu, menurut HBT, kesejatian petani itu telah digerus oleh intervensi pemerintah yang memusatkan perhatiannya pada peningkatan produksi. Spirit dan kesejehateraan petani terabaikan, sementarapenyuluhan pertanian malah memfasilitasi ketidak berdayaan petani. Semua jadi tergantung pada pemerintah. Dengan kalimat yang berbeda, FMmenyatakan fenomen tersebut sebagai gangguan pada fondasi kultural dan kelembagaan pembangunan pertanian—sebagaimana secara khusus terlihat pada subsektor peternakan rakyat.
Sehubungan dengan itu, upaya peningkatan pendapatan petani tampaknya akan tetap berat. Walau tantangan teknis di tingkat on-farm sudah semakin bisa diatasi, dalam pengertian bahwa usahatani sudah semakin efisien, masalah- masalah hilir di ranah pemasaran produk pertanian masih tetap tidak terpecahkan. Sebagaimana ditemukan Endry Martius, skenario pasar lelang yang seharusnya dapat menjadi jawaban terhadap masalah ternyata tetap belum merupakan sistem pemasaran yang ramah bagi petani produsen, apalagi menjadi amat relevan dengan keperluan untuk menyejahterakan petani.Dalam konteks petani Indonesia yang umumnya masih tergorong miskin, cara-cara fundamental di luar mekanisme pasar agaknya harus dilakukan, yaitu melalui ‘income- transfer’. Setiap petani berhak mendapat ‘kompensasi-tanpa-referensi’ dari negara atas kontribusinya dalam menciptakan kesejahteraan nasional. Cara demikian boleh disebut dekomodifikasi—yang berarti bahwa ketergantungan petani dalam mendapatkan kesejahteraan melalui pasar komoditas pertanian dihapuskan dan lalu digantikan dengan perangkat kebijakan sosial yang berbasis pada prinsip kesejahteraan sebagai hak setiap warga (right of citizenship) dan merupakan kewajiban negara untuk memenuhinya (state obligation). Tema yang terakhir ini bisa ditindak-lanjuti pada edisi-edisi mendatang sebagai bagian penting untuk memantapkan pemahamanan tentang ekonomi pertanian dan agribisnis kerakyatan.
Endry Martius
Full Text:
PDF (Indonesian)Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2015 Jurnal Agribisnis Kerakyatan